Pengertian
Konsep Margaret Mead. Tokoh ini memberi pemikiran
tentang lateral transmission. Konsep ini menganggap klasifikasi
pendidikan berdasarkan umur tidak relevan. Tetapi pada Lateral Transmission, Mead
mengemukakan bahwa suatu proses pendidikan menitik beratkan pada berbagi
pengetahuan yakni pada mereka yang telah mengetahui kepada mereka yang belum
tahu. Belajar adalah merangsang rasa ingin tahu. Dalam memfasilitasi transmisi
lateral, pendidikan dapat dibagi dengan primary
education (pendidikan dasar)
dan secondary education(pengembangan
dari pendidikan dasar).
.Konsep Lindeman membahas bahwa pendidikan adalah
kehidupan dan kehidupan adalah pendidikan. Pemikiran
Lindeman ini berbeda dengan Mead. Lindeman berorientasi pada pendidikan sebagai
lingkaran setan yang tidak berujung, dimana pendidikan orang dewasa dapat
dicirikan dengan berlangsung seumur hidup yang merupakan suatu lingkaran yang
berdaur. Pendekatannya berdasar situasi, kebutuhan dan minat warga belajar
dengan menjadikan pendidikan formal sebagai pusatnya.
Konsep Robert D. Boyd, menekankan pada sudut pandang
psikologi yakni kematangan (maturity), kemandirian (independensi) warga
belajar. Orang dewasa adalah pribadi yang matang dan independen, dan telah
mengalami beberapa tahapan proses psikologis yang berbeda dari psikologis
anak-anak. Mereka telah memiliki standar sendiri, memiliki pengalaman dan butuh
penghargaan. Materi pelajaran harus sesuai dengan kebutuhannya.
Konsep Shef field dan Houle, menurut beliau pada dasarnya
orang dewasa telah
memiliki satu rentang
hidup dalam fase kehidupannya. Ketika tumbuh dia telah
memiliki berbagai peranan yang jauh berbeda dengan apa yang
telah dialaminya semasa
ia masih anak-anak
atau remaja. Peran-peran
inti kemudian memiliki
konsekuensi bagi dirinya
serta tuntutan yang
harus dipenuhinya. Proses pemenuhan
akan tuntuhan serta
kebutuhan yang disadarinya terhadap dirinya
melahirkan kebutuhan untuk
belajar. Maka dengan
pertimbangan-pertimbangan
ini pembelajar (orang
dewasa) melaksanakan proses
pembelajaran. Dengan
demikian dapat disimpulkan
terdapat orientasi-orientasi tertentu
bagi orang dewasa dalam
melaksanakan proses pembelajaran.
Orientasi belajar orang
dewasa menurut pakar ini
dapat dibedakan: Learning
orientation, Sociability orientation, Personal goal
orientation, societal goal
orientation, need fulfillment
(pemenuhan kebutuhan) orientation.
Konsep Allen Tough lebih terarah pada proyek
belajar yang merupakan suatu upaya belajar berkelanjutan, direncanakan secara
matang, dan terdiri dari serangkaian episode yang saling berhubungan. Episode
belajar adalah suatu perode waktu yang sengaja disediakan untuk serangkaian
aktivitas yang serupa atau pun yang berhubungan, tidak diselingi oleh aktivitas
lain.
Berdasarkan beberapa uraian pada
konsep di atas, maka pendidikan orang dewasa dapat didefinisikan sebagai
pendidikan yang diperuntukan bagi orang-orang dewasa dalam lingkungan
masyarakatnya, agar mereka dapat mengembangkan kemampuan, memperkaya
pengetahuan, mengembangkan keterampilan, meningkatkan kualifikasi teknik dan
profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara baru serta merubah sikap
dan perilakunya. Pendidikan orang dewasa berlangsung kapan saja, sepanjang
hidup setelah matang atau dewasa, mandiri dan independen. Tidak terikat pada
ruang tertentu dengan materi yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar
terutama dari pengalaman warga belajar dan disampaikan dengan metode
demokratis, terbuka, saling menghargai dan berbagi pengalaman yang ditunjang
oleh pendidik sebagai fasilitator yang memiliki filsafat kerja dan keinginan membantu
warga belajar.
Asumsi-Asumsi Pokok POD
Asumsi-Asumsi Pokok POD
Malcolm Knowles
dalam mengembangkan konsep andragogi, mengembangkan empat pokok asumsi sebagai
berikut:
Konsep Diri
Asumsinya bahwa
kesungguhan dan kematangan diri seseorang, bergerak dari ketergantungan total
(realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk
mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa
konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa
membutuhkan untuk mendapatkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu
menentukan dirinya sendiri (Self
Determination) dan mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan dan
menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri
sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang
kurang menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai kebutuhan psikologis agar
secara umum menjadi mandiri, meskipun dalam situasi tertentu boleh jadi ada
ketergantungan yang sifatnya sementara.
Hal ini
menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan praktek pendidikan, khususnya yang
berkaitan dengan iklim dan suasana pembelajaran dan diagnosa kebutuhan serta
proses perencanaan pendidikan.
Peranan
Pengalaman
Asumsinya
adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan
berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu
mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana
hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang kaya, dan pada
saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar
dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi pembelajaran
orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang
dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi lebih mengembangkan
teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan "Experiential Learning Cycle"
(Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman).
Hal ini
menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik
pembelajaran. Maka, dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi
kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapangan (field school),
melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk
melibatkan peranserta atau partisipasi peserta pelatihan.
Kesiapan
Belajar
Asumsinya
bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu,
maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik
ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan
dan perubahan tugas dan peranan sosialnya.
Hal ini berbeda pada seorang anak, umumnya seorang anak
belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologisnya. Tetapi pada orang
dewasa, kesiapan belajar ditentukan oleh tingkatan perkembangan mereka yang
harus dihadapi dalam peranannya sebagai kader, pekerja, orang tua atau pemimpin
organisasi.
Hal ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran
dalam suatu pendidikan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan
kebutuhan yang sesuai dengan peran sosialnya.
Orientasi Belajar
Asumsinya, pada
anak (yang belajar) orientasi belajarnya ‘seolah-olah’ sudah ditentukan dan
dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa, memiliki
orientasi belajar cenderung berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi
(Problem Centered Orientation). Hal
ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa merupakan kebutuhan untuk menghadapi
permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya
dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa.
Selain itu, perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan
perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat
dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan
apa yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya. Sehingga
ada kecenderungan pada anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus
ujian dan memperoleh sekolah yang lebih tinggi.
Hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau
pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat
praktis (menjawab kebutuhan) dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan
sehari-hari.
Mksh !!!
No comments:
Post a Comment