Menurut Papalia, Olds & Feldman (2007) masa kanak-kanak tengah dimulai dari usia 6-11 tahun sedangkan menurut Gottman & DeClaire (1997) masa kanak-kanak tengah dimulai dari usia 8-12 tahun. Selama periode masa kanak-kanak tengah (usia SD) anak-anak mulai berhubungan dengan suatu kelompok sosial yang lebih luas dan memahami pengaruh sosial. Pada saat bersamaan, anak-anak mulai tumbuh secara kognitif dan mampu mengenali emosi mereka sendiri.
Anak-anak pada masa kanak-kanak tengah sudah dapat memahami disposisi psikososial yang berarti bahwa anak sudah mampu menjelaskan emosinya dengan menghubungkannya pada internal states dan bukan pada physical events. Mereka sudah memahami variasi-variasi emosi yang ada (Strayer dalam Berk, 1996).
Emotional self-regulation berkembang pesat pada masa kanak-kanak tengah seiring dengan berkembangnya berbagai cara yang digunakan oleh anak untuk mengatasi situasi-situasi yang memunculkan perasaan emosional. Anak pada masa kanak-kanak tengah tidak hanya mampu memahami dan merespon perasaan mereka sendiri tetapi mereka juga sudah mampu memahami apa yang dirasakan oleh orang lain. Kemampuan untuk memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain (perspective taking) sudah berkembang pada masa kanak-kanak tengah (Berk, 1996).
Menurut Papalia, dkk (2007) pada usia 8-10 tahun, anak sudah mampu mengintegrasikan rangkaian emosi positif dan negatif. Anak dapat memahami bahwa dirinya memiliki dua perasaan yang saling bertolak belakang pada saat yang bersamaan. Pada usia 11 tahun, anak sudah mampu mendeskripsikan perasaan yang dirasakannya, dan kemampuan tersebut menurut Salovey & Mayer (1990) merupakan kecerdasan emosi.
Kecerdasan emosi seseorang tersebut dipengaruhi banyak faktor meliputi faktor internal (individu); fisiologis (kesehatan badan, pancaindera, jenis kelamin, usia, system limbic) dan psikologis (IQ, temperamen, motivasi), dan eksternal/lingkungan; formal (guru, teman sebaya, sarana dan prasarana), informal (sosial ekonomi, pendidikan, dan pola asuh orang tua), dan non formal (sosial dan budaya).
Salah satu faktor eksternal yang dapat berpengaruh besar terhadap perkembangan emosi anak ialah pola asuh orang tua. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pola asuh orang tua (parenting style) memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak (Collins & Kuczaj, 1991). Selain itu ada berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua yakni dengan disiplin yang keras atau pemahaman yang empatik, dengan ketidakpedulian atau kehangatan, dan sebagainya dapat berakibat mendalam dan permanen bagi kehidupan emosional anak (Goleman, 1995).
Kecerdasan emosi bukan merupakan hasil sesaat melainkan hasil pengaturan sejak dini. Hal tersebut berkaitan dengan sosialisasi atau pengasuhan dalam keluarga. Oleh karena itu gaya pengasuhan dari dimensi pelatihan emosi yakni pola asuh orang tua dalam keluarga sangat penting bagi setiap anak karena pengaruhnya sangat besar pada kehidupan anak di kemudian hari.
Gaya pengasuhan adalah cara interaksi orang tua kepada anak. Salah satu gaya pengasuhan tersebut yaitu gaya pelatihan emosi (parental emotional styles); a) Gaya pelatih emosi (coaching). Pola pengasuhan dimana orangtua mampu membantu anak untuk menangani emosi terutama emosi negatif. Orang tua tipe ini mampu menilai emosi negatif anak sebagai kesempatan untuk menciptakan keakraban tanpa kehilangan kesabaran. Bentuk pengasuhan ini berhubungan dengan kepercayaan orang tua terhadap anak untuk mengatur emosi dan menyelesaikan suatu masalah sehingga orang tua bersedia meluangkan waktu saat anak sedih, marah dan takut serta mengajarkan cara mengungkapkan emosi yang dapat diterima orang lain, b) Gaya pengabai emosi (dismissing parenting style). Pola pengasuhan dimana orang tua tidak punya kesadaran dan kemampuan untuk mengatasi emosi anak serta percaya bahwa emosi negatif sebagai cerminan buruknya keterampilan pengasuhan. Orang tua tipe ini menganggap bahwa anak terlalu cengeng saat anak sedih sehingga orang tua tidak menyelesaikan masalah anak dan beranggapan bahwa emosi anak akan hilang dengan sendirinya.
Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi anak ialah kepribadian (internal). Perkembangan kepribadian seseorang meliputi beberapa aspek, baik aspek alami genetis (nature) maupun aspek bimbingan lingkungan (nurture). Aspek kepribadian yang bersifat alamiah (genetic) lebih pada system kerja susunan saraf otak yang akan menghasilkan kecenderungan-kecenderungan temperamen dan hasrat (dorongan) hormonal.
Menurut Santrock (2009) temperamen adalah gaya prilaku dan cara khas pemberian respons seseorang. Beberapa siswa mungkin aktif; yang lainnya tenang. Beberapa memberikan respons hangat untuk orang-orang; yang lainnya cerewet dan resah. Deskripsi seperti ini melibatkan variasi dalam temperamen.
Temperamen didefenisikan sebagai karakteristik seseorang, cara mendasar biologis untuk mendekati atau bereaksi terhadap orang dan situasi. Seorang anak tidak melakukan tindakan yang sama untuk semua situasi. Temperamen bukan saja cara anak mendekati dan bereaksi terhadap dunia luar tetapi juga cara mereka meregulasi fungsi mental dan emosional. Temperamen memiliki basic emosional akan tetapi ketika emosi seperti rasa takut, gembira, dan bosan datang dan pergi temperamen cenderung konsisten berkesinambungan.
Tiga gaya dasar atau kelompok temperamen menurut Alexander Chess dan Stella Thomas (Chess & Thomas, 1977; Thomas & Chess, 1991) yaitu:
- Anak bertemperamen mudah (easy child) pada umumnya berada dalam suasana hati yang positif, dengan cepat membentuk rutinitas tetap dimasa kecil, dan dengan mudah beradaptasi dengan pengalaman baru.
- Anak bertemperamen sulit (difficult child) cenderung beraksi secara negatif dan sering mengeluh dan rewel, terlibat dalam rutinitas harian yang tidak teratur, serta sulit beradaptasi dengan pengalaman baru.
- Anak bertemperamen lambat (slow-to-warn-up child) mempunyai tingkat aktifitas yang rendah, agak bereaksi negatif, dan penyesuain diri agak lambat serta menunjukkan intensitas suasana hati yang rendah.
No comments:
Post a Comment