Salah satu
agenda penting pemerintah yang tertuang dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003 adalah mengupayakan pengendalian mutu pendidikan nasional
melalui sistem evaluasi. Dalam undang-undang tersebut, pemerintah menjamin
upaya pengendalian kualitas pendidikan nasional melalui kegiatan evaluasi
pendidikan, sebagaimana tertuang dalam pasal 57 ayat 1, bahwa evaluasi
dilakukan dalam rangka pengendalian kualitas pendidikan secara nasional sebagai
bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan (UndangUndang Sisdiknas, 2003).
Mksh!!
.
Selain
pernyataan dalam Undang-Undang Sisdiknas, masalah evaluasi pendidikan
(khususnya penilaian pendidikan) juga ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Badan Standard Nasional Pendidikan. Bahwa dalam
rangka pencapaian standard nasional pendidikan, salah satu hal yang penting
diupayakan adalah adanya standar penilaian, yakni standar nasional pendidikan
yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil
belajar peserta didik (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, 2005).
Evaluasi,
penilaian (asesmen), ujian, ataupun istilah lain yang relevan memang tidak
dapat dipisahkan dari kualitas pendidikan, karena hasil-hasilnya merupakan
salah satu indikator kualitas pendidikan suatu bangsa. Dalam kebijakan
pemerintah, hasil ujian (ujian nasional) dijadikan sebagai indikator mutu
pendidikan dasar dan menengah (Undang-undang Sisdiknas, 2003; Peraturan
Pemerintah Nomor 19, 2005). Ini berarti kegiatan evaluasi dan/atau penilaian
hasil belajar melalui ujian, baik ujian tingkat nasional, ujian tingkat
regional, maupun ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan tertentu
memerlukan mekanisme, prosedur serta instrumen penilaian yang dapat
dipertanggungjawabkan, guna memenuhi akuntabilitas pendidikan dalam bentuk
kualitas pendidikan nasional yang semakin baik.
Kualitas
pendidikan tidak dapat dilepaskan dari prosedur evaluasi pendidikan. Artinya,
bahwa untuk memperbaiki kualitas pendidikan haruslah diciptakan sistem evaluasi
yang lebih baik. Sistem evaluasi (kegiatan pengukuran, pengujian/testing,
penilaian, hingga kegiatan evaluasi) ini, selain prosedurnya yang harus
sistematis, pelaksanaannya pun harus memiliki akuntabilitas yang tinggi, serta
hasilnya diharapkan mendapatkan pengakuan (recognition) dari stakeholders
pendidikan.
William Glasser (1990) mengatakan bahwa: “ if you want quality schools,
we have to revise the way we manage students. He suggests that we use the
quality management concepts pioneered by W. Edwards Deming, the man who taught
the Japanese how to manage workers so that they did the quality work that all
people want and, in going so, have made Japan the most powerful economic force
in the world. To do this, however, it is necessary that both students and staff
learn the control theory that underlies this change and Glasser is the world’s
leading exponents of this new theory”.
Fungsi
Penilaian sebagai berikut:
1.
Quality Control (kualifikasi/standar kompetensi minimal)
2.
Motivator (kondisi memaksa, penekanan)
3.
Public Accountability (info. ke publik, orang
tua, stakholder)
4.
Selection (penjuru., seleksi, penempat,
perkemb. kompetensi)
5.
Diagnostic (kelemahan, perbaikan, umpanbalik)
6.
Legitimation
(pengakuan, sertifikasi, lisensi)
Tanpa
menghasilkan lulusan yang bermutu, program pendidikan bukanlah suatu investasi
SDM melainkan justru pemborosan baik dari segi beaya, tenaga dan waktu, serta
akan menimbulkan masalah sosial.
Pendidikan yang berorentasi mutu meliputi:
v keberhasilan pendidikan tidak hanya diukur dari angka partisipasi murid tetapi lebih pada
tingkat literasi yang dikuasai,
v sekolah tidak diukur dari menterengnya fasilitas fisik serta proses
kurikuler yang dijalankan, melainkan dari kualitas dan kuantitas lulusannya.
v standardisasi kualitas lulusan secara nasional, adalah lebih
penting dari pada standardisasi kurikulum dan sarananya.
v adanya kepedulian yang tinggi terhadap mutu, yang manifestasinya
adalah dilakukannya manajemen mutu (quality control, quality assurance, and
quality improvement).
Standar
Penilaian Pendidikan
Pengertian
Berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen dalam melakukan
kegiatan dan pengumpulan data penilaian untuk memperbaiki mutu hasil belajar
siswa meliputi: ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah/madrasah, ujian nasional, dan
kriteria ketuntasan minimal (KKM).
Prinsip penilaian
Sahih, obyektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan
berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, akuntabel.
Teknik dan instrumen penilaian
Oleh pendidik menggunakan teknik berupa tes/ulangan/ujian
(tertulis, lisan praktik/kinerja), observasi (pengamatan), penugasan
(proyek/produk/portofolio). Oleh satuan pendidikan menggunakan ujian sekolah.
Oleh pemerintah menggunakan ujian nasional. Instrumen penilaian memenuhi syarat
substansi, konstruksi, bahasa, prediksi, empirik, dan wajah.
Mekanisme dan prosedur penilaian
1.
Oleh
pendidik. Guru melakukan penyusunan matrik hubungan antara SK/KD, indikator, dan jenis penilaian.
Mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian. Melaksanakan tes/ulangan/ujian,
pengamatan, penugasan. Mengelolah hasil penilaian. Memanfaatkan hasil
penilaian. Melaporkan hasil penilaian.
2.
Oleh
satuan pendidikan, yakni mengkoordinasikan ulangan tengan semester/akhir
semester/kenaikan kelas; menentukan kriteria kenaikan kelas; menentukan nilai
akhir bersama dewan guru; menyelenggarakan ujian sekolah; menentukan kelulusan;
melaporkan hasil penilaian; menerbitkan SKHUN; dan menerbitkan ijazah.
3.
Oleh
pemerintah, yakni merancang pencapaian
kompetensi lulusan (benchmarking competency) secara nasional pada mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi melalui UN; menganalisis hasil UN dan
membuat peta ranking prov, kab/kota, sekolah, dan daya serap sekolah melalui
hasil UN; menyampaikan hasil UN ke sekolah; menyusun kebijakan dlm rangka
pembinaan dan pemberian bantuan pada satuan pendidikan untuk peningkatan mutu
pendidikan.
No comments:
Post a Comment